Tepat pada hari ini ku sungguh tak mengerti apa yang terjadi.
Berawal dari sedikit ketakutan, hingga berujung pada sebuah kemarahan.
Kamu tidak melakukannya, hanya aku yang terlalu merasa bagai merpati yang memakan sisa roti. Bahkan
mereka tidak tahu, apakah roti tersebut ditujukan untuk nya atau memang hanya terjatuh kemudian tanpa
sadar mereka ais?
Mimpi malam tadi seperti menyiratkan ketakutan terbesarku. Kita hidup dalam satu dunia, dalam satu
retorika, dalam satu garis kehidupan, dalam satu jalinan, namun tidak dengan keyakinan. Dalam bayang semu kamu menjauh. Membayangkannya saja aku tak sanggup, apalagi menjalani?
Seperti kelam malam, aku terlalu naif bila tidak berkata cemburu pada bunga tidur ku digelap suntuk. Baju yang seringkali kamu gunakan dengan aksen warna sama dengan Tulip pertama yang ku dapat, selalu membuat pertanyaan besar. Tetapi justru semua itu terjawab pada gelagat ketidakpastian mimpi yang kulihat.
Memang alam fatamorgana tidak bisa dipercaya sepenuhnya, namun dalam alam seperti itu saja ku masih mampu berderai air mata. Entah apa yang mereka katakan, mungkin berlebihan atau mungkin keterlaluan, tetapi itu yang ku rasa.
Sambil memandang langit - langit kamar ku berpikir dan tersentak.
Bagaimana jika ku tak pernah bertanya tentang arah pulang mu dan meminta untuk diantarkan olehmu disaat kaki yang kupunya mengalami sedikit masalah? Apakah kau akan menawarkan itu terlebih dahulu?
Bagaimana jika kita tidak berada pada kelompok yang sama dan mengharuskan kita untuk menghabiskan waktu bersama? Apakah kau akan tetap merelakan waktumu untuk dihabiskan dengan ku?
Bagaimana jika ku tak membiarkan mu masuk pada dunia ku dan menolak kehadiran mu? Apakah kau akan tetap menjadi sebagian dari kisah hidupku?
Bagaimana jika ku tak mempunyai rasa yang sama terhadapmu dikala itu?
Apakah kau akan bersikeras mendekati dan mengejarku?
Dan.. Bagaimana jika saat itu aku menolak perasaan yang kau lontarkan kepadaku?
Apakah kita masih bisa tetap seperti dulu dan kamu bisa tersenyum bebas tanpa terbebani oleh hadirnya diriku di hidupmu?
Kau selalu berkata mudah dan apa yang kau jelaskan dengan amat jelas selalu membuatku mengangguk.
Mungkin ini memang yang sudah kita pilih, bahkan terlalu jauh jika digambarkan dengan banyak suasana. Namun terkadang, aku masih sangat membutuhkan sosokmu. Figur itu. Nasihat itu. Semangat itu.
Berkali ku ingin luapkan bahwa aku butuh kamu, tetapi berkali pula ku harus menunggu untuk hal itu.
Bagai sampan yang tak ingin kehilangan dayung, takut akan terombang - ambing digenangan kenestapaan.
Hal itu menyadarkan ku bahwa aku takut kehilangan mu, dan saat ini.. dimana aku menulis uraian hati ku, aku sangat merindumu..
Berawal dari sedikit ketakutan, hingga berujung pada sebuah kemarahan.
Kamu tidak melakukannya, hanya aku yang terlalu merasa bagai merpati yang memakan sisa roti. Bahkan
mereka tidak tahu, apakah roti tersebut ditujukan untuk nya atau memang hanya terjatuh kemudian tanpa
sadar mereka ais?
Mimpi malam tadi seperti menyiratkan ketakutan terbesarku. Kita hidup dalam satu dunia, dalam satu
retorika, dalam satu garis kehidupan, dalam satu jalinan, namun tidak dengan keyakinan. Dalam bayang semu kamu menjauh. Membayangkannya saja aku tak sanggup, apalagi menjalani?
Seperti kelam malam, aku terlalu naif bila tidak berkata cemburu pada bunga tidur ku digelap suntuk. Baju yang seringkali kamu gunakan dengan aksen warna sama dengan Tulip pertama yang ku dapat, selalu membuat pertanyaan besar. Tetapi justru semua itu terjawab pada gelagat ketidakpastian mimpi yang kulihat.
Memang alam fatamorgana tidak bisa dipercaya sepenuhnya, namun dalam alam seperti itu saja ku masih mampu berderai air mata. Entah apa yang mereka katakan, mungkin berlebihan atau mungkin keterlaluan, tetapi itu yang ku rasa.
Sambil memandang langit - langit kamar ku berpikir dan tersentak.
Bagaimana jika ku tak pernah bertanya tentang arah pulang mu dan meminta untuk diantarkan olehmu disaat kaki yang kupunya mengalami sedikit masalah? Apakah kau akan menawarkan itu terlebih dahulu?
Bagaimana jika kita tidak berada pada kelompok yang sama dan mengharuskan kita untuk menghabiskan waktu bersama? Apakah kau akan tetap merelakan waktumu untuk dihabiskan dengan ku?
Bagaimana jika ku tak membiarkan mu masuk pada dunia ku dan menolak kehadiran mu? Apakah kau akan tetap menjadi sebagian dari kisah hidupku?
Bagaimana jika ku tak mempunyai rasa yang sama terhadapmu dikala itu?
Apakah kau akan bersikeras mendekati dan mengejarku?
Dan.. Bagaimana jika saat itu aku menolak perasaan yang kau lontarkan kepadaku?
Apakah kita masih bisa tetap seperti dulu dan kamu bisa tersenyum bebas tanpa terbebani oleh hadirnya diriku di hidupmu?
Kau selalu berkata mudah dan apa yang kau jelaskan dengan amat jelas selalu membuatku mengangguk.
Mungkin ini memang yang sudah kita pilih, bahkan terlalu jauh jika digambarkan dengan banyak suasana. Namun terkadang, aku masih sangat membutuhkan sosokmu. Figur itu. Nasihat itu. Semangat itu.
Berkali ku ingin luapkan bahwa aku butuh kamu, tetapi berkali pula ku harus menunggu untuk hal itu.
Bagai sampan yang tak ingin kehilangan dayung, takut akan terombang - ambing digenangan kenestapaan.
Hal itu menyadarkan ku bahwa aku takut kehilangan mu, dan saat ini.. dimana aku menulis uraian hati ku, aku sangat merindumu..