Berada di antara kebahagiaan dan kesedihan membuat semuanya semakin sulit.
Terkadang bahagia itu menghampiri, namun tak jarang kesedihan dan kekecewan ku pun jatuh pada titik klimaks.
Dulu, ketika keindahan itu tak henti menghampiri selalu saja aku yang merusak.
Ini memang salahku dan semua keegoisanku.
Seperti memercikkan api saat merendam diri dalam kubangan minyak, api itu berbalik, menyambar relung hati yang sama sekali tak siap kehilangan semua tutur manis dan prilaku lembutmu.
Kebiasaan terdahulu dan sedikit trauma di masa lalu yang selalu membuat masalah ini semakin berlarut.
Meski kini aku belum kehilangan sosoknya, namun aku telah kehilangan figurnya.
Manusia bodoh ini merindukan dirimu, yang dahulu menjadi tempat bertawa-ria kala hati ini gundah. Manusia lugu ini merindukan dirimu, yang dahulu senantiasa memainkan petik demi petik syair lagu bernuansa akustik, ketika telinga ku dan kamu sama - sama terhubung pada earphone di masing - masing tempat kita berduduk sila, seraya menatap laptop dan menyanyi bersama.
Dendang lagu itu selalu kembali ku dengar.
Semakin lagu itu ku dengar, semakin deras pula hujan yang terselip di sisi kanan dan kiri batang hidung ku.
Ketika hujan itu semakin lebat, ku coba ambil barang indah pemberian papah di ulang tahunku yang ke - 19.
Ku petik rangkai demi rangkai tiap senar dengan jemari yang dahulu kaku, hingga kini menjadi sangat energic saat menari di atas leher gitar ini.
Tak henti ku mencoba memainkan yang kau ajarkan, dan satu lagu permintaanmu yang sangat ingin ku nyanyikan di hadapanmu kelak.
Namun hingga saat ini pun, tak pernah sekali saja kau meminta.
Padahal itu hal yang aku tunggu.
Jangankan untuk berkata "aku pengen liat dong kamu main unintended nya muse." , sudah hampir sebulan ini pun sangat bisa dihitung berapa kali kah pesan
singkat mu mengisi daftar di ponsel ku?
Nama mu yang kini tak pernah mewarnai barisan panggilan masukku, selalu ku susun rapih. Berharap suatu saat kamu akan mengerti kenapa.
Aku lelah, namun aku tidak ingin berkata lelah. Aku jenuh, namun tak ingin aku mengeluh. Aku kecewa, namun aku tak ingin membuat mu semakin menambah skat pada jarak kita.
Kita sudah terlalu jauh, aku dan kamu semakin terpisah.
Ketika saat itu kamu tertidur di salah satu koridor kamupus, aku memegang ponselmu dan melihat sedikit galeri, aku tak pernah melihat satu sosok pun rupa ku dalam galeri ponsel mu, tetapi aku melihatnya, wanita yang dulu pernah menghiasi harimu, aku sakit! namun ku tahan rasa itu, aku harus bangkit.
Wanita ini hanya berdiri, kemudian berlari menuju toilet, dan menghapuskan seluruh air mata yang mengotori pipi merah merona.
Banyak hal yang ku rindukan darimu, ketika kamu bermain "river flow in you", atau kita bernyanyi bersama saat ku perkenalkan "on the night like this".
Ketika pertama kali kamu mengantarku pulang, saat kaki kiri yang ku punya mengalami engkel. Bunga tulip pertama dalam hidupku yang ku dapatkan saat bersama mu.
Bermain "ayam" yang terlihat biasa, namun aku bahagia.
Aku merindukan semuanya, aku merindukan sosok mu di kala dulu.
Aku memang masih memilikimu, namun tak sedikitpun ku rasakan rasa tulus itu mengalir dari dirimu.
Aku telah berusaha dan mengubah sikap buruk itu, tapi apakah ku mampu membangun sebuah ratusan anak tangga menuju bahagia hanya seorang diri?
aku akan coba untuk terus berjuang, namun ku butuh seseorang untuk berdiri di puncak sana.
Aku butuh sosok manusia yang senantiasa memberikan pula rasa dan hatinya untuk pantas ku perjuangkan.
Berdiri di puncak sana, setia mengamati dan terus memberi motivasi supaya cinta ini tak lagi iritasi.
Untuk menjadikan dirinya sebuah dorongan agar ketika ku menginjakkan kaki di puncak sana, aku tak merasa putus asa. Dan semua yang ku butuhkan disana adalah kamu. It's always been you.
Lis!